Isra Mikraj merupakan dua peristiwa yang terjadi pada periode akhir kenabian Rasulullah SAW di Mekah sebelum Beliau berhijrah ke Madinah. Peristiwa Isra Mikraj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda.
Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha, lapis langit yang tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu. Kejabaian Isra Mikraj adalah dua peristiwa ini terjadi hanya dalam satu perjalanan. Sedangkan pada waktu itu, perjalanan Mekah (Masjidil Haram)-Yerusalem (Masjidil Aqsa) bisa memakan waktu berminggu-minggu.
Pada peristiwa ini, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan 24 nabi pendahulunya yang mendiami tiap lapis dari tujuh lapis langit. Dalam riwayat hadits dari Anas bin Malik, ketika tiba di Sidratul Muntaha,
“… Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan.” Rasulullah SAW bersabda: “Ketika aku menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya.”
Hadirat lantas Rasul SAW dinaikan lagi sampai Beliau dapat mendengar lauhul mahfudz (ketentuan takdir) yaitu keputusan-keputusan Allah SWT. Lantas setelah itu Beliau diperintah untuk menghadap langsung kepada Allah SWT. Namun Malaikat Jibril berhenti tidak sanggup mendampingi Beliau.
Jibril berkata, “Aku tidak mampu terus menghadap kepada Allah karena tidak diizinkan untuk menghadap. Hanya engkau yang diizinkan untuk menghadap. Kalau aku naik, aku akan hancur terbakar dengan cahaya hijab, dari hijabnya Allah SWT. Yaitu cahaya dari 70 ribu tabir cahaya yang menutupi makhluk dengan Al-Khaliq. Jika sampai aku ke hijab itu aku akan terbakar,” kata Jibril. 70 ribu tabir terbuka untuk Sayyidina Muhammad SAW, saat itulah beliau berjumpa dengan Allah SWT.
Lalu Allah memberikan wahyu berupa bacaan-bacaan salat. Kemudian memerintahkan umat Rasulullah SAW sebanyak 50 waktu. Namun saat Beliau turun dan bertemu Nabi Musa AS, Nabi Musa berkata, “Kembalilah! Bani Israil (umat Nabi Musa) pun tidak sanggup menjalaninya, apalagi umatmu yang lebih pendek usianya, lebih lemah, dan lebih tak berdaya. Minta keringanan pada Allah!” Allah kemudian menguranginya menjadi 40 waktu, kemudian Nabi Musa meminta Rasulullah kembali memohon keringanan, hingga akhirnya Allah bermurah hati menurunkannya menjadi 5 waktu dalam satu hari.
Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap salat fardu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh salat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun.
Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya’. Rasulullah SAW turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu dia masih saja berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan’. Aku menjawab, ‘Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya’.” Inilah yang menjadi amalan salat fardhu harian kita hingga sekarang.