Perintah melakukan puasa Syawal disebutkan dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menurut ulama Syafi’iyah, puasa enam hari di bulan Syawal disunnahkan berdasarkan hadits di atas. Disunnahkan melakukannya secara berturut-turut di awal Syawal. Jika tidak berturut-turut atau tidak dilakukan di awal Syawal, maka itu boleh. Seperti itu sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadits. Sunnah ini tidak diperselisihkan di antara ulama Syafi’iyah, begitu pula hal ini menjadi pendapat Imam Ahmad dan Daud.” (Al-Majmu’, 6: 276)
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa lebih afdhal memang berturut-turut namun kalau tidak bisa berturut-turut, maka tidak mengapa. Namun lebih bersegera menyelesaikan puasa Syawal itu lebih baik karena Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah: 48)
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Nabi Musa ‘alaihis salam berkata,
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku).” (QS. Thaha: 84)
Lebih segera menunaikan kebaikan, akan membuat kita tidak luput. Namun tidak sesegera melakukannya pun tidak masalah. Jika puasa Syawal diakhirkan hingga pertengahan atau akhir bulan, masih dibolehkan.