Islam sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) tak hanya mengajarkan umatnya untuk beribadah menyembah Allah SWT. Namun Islam juga mengajarkan way of life termasuk tauladan budi pekerti luhur. Salah satunya adalah tentang pengorbanan melalui kisah Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS yang mendambakan keturunan sejak usia muda hingga senja, diperintahkan oleh Allah SWT menyembelih putera kesayangnnya, Ismail. Walau dengan berat hati, karena amat besar cintanya pada putera tercinta, namun Beliau melaksanakan perintah ini. As it turned out, ini hanyalah cobaan dari Allah SWT untuk menguji kepatuhan Nasi Ibrahim AS pada perintahNya.
Selain hikayat luhur ini, pengorbanan juga terjadi dalam berbagai bentuk, oleh hampir semua manusia di muka bumi. Salah satunya Fashion blogger Zahratul Jannah yang memiliki putera berkebutuhan khusus, Muhammad Mikail Azka (6). Bahagia menikah dengan R. Bayuningrat H. pada 4 November 2006, rumah pasangan muda ini makin ramai seiring kelahiran sulung Muhammad Malik Danawi setahun kemudian. Kebahagiaan mereka makin lengkap dengan lahirnya Muhammad Mikail Azka, 29 Juli 2009.
Namun kebahagiaan ini terusik ketika Sarah—panggilan akrabnya—menyadari perilaku ganjil Mika. Di usia dua tahun, Mika tidak menoleh ketika dipanggil, tidak memiliki kontak mata ketika diajak bicara, dan selalu main sendiri. Dokter perkembangan anak memvonis Mika menyandang mild autism (autism ringan). Tak puas dengan diagnosis ini, Sembilan bulan kemudian Sarah dan suami memeriksakan Mika ke dokter spesialis syaraf anak. Mika yang masih kecil menjalani MRI dan EEG untuk mengecek kondisi otaknya. Hasilnya Mika mengalami global delayed development, yaitu ketertinggalan signifikan pada perkembangan fisik, kognitif, perilaku, emosi, dan kemampuan sosial dibanding anak seusianya.
Mendengar ini, Sarah marah luar biasa. “Rasanya shock. Sebagai ibu, saya sakit hati luar biasa mendapati anak saya berbeda dari yang lain,” kata Sarah dengan mata berkaca-kaca. Memiliki putera berkebutuhan khusus tidak pernah terbayang di benak Sarah sebelumnya. Bagaimana Sarah menyampaikan ini pada keluarga? Bisakah Mika benar-benar mandiri? Kemana harus berobat? Apakah kondisi Mika bisa disembuhkan? Kini Sarah dan suami harus bekerja tiga kali lebih keras untuk membiayai pengobatan Mika. Belum lagi mengantar-jemput ke berbagai dokter untuk terapi dan konsultasi. Sarah juga masih harus membiasakan diri dengan pandangan aneh masyarakat melihat perilaku Mika di tempat umum. Belum lagi pertanyaan semacam ‘anaknya kok belum bisa ngomong?’, ‘Mika kok asyik sendiri aja?’.
Beruntung, Malik sudah bergabung di sekolah inklusi sejak playgroup. Sehingga Malik sudah cukup akrab dengan anak-anak berkebutuhan khusus sejak dini. Sarah dan suami sepakat untuk memberitahu Malik semua detail kondisi adiknya. Malik selalu ikut ke dokter, terapi, dan tes, sehingga dia sangat mengerti kondisi adiknya. “Walau dampaknya, Malik jadi kehilangan waktu bermain karena harus ikut saya kesana-kemari,” kata Sarah terbata-bata.
Dengan tawakal, Sarah dapat menggali hikmah tak terhingga dari kehadiran Mika. Bahkan bagi Sarah, Mika adalah guru kehidupannya. Mika mengajarkan makna perjuangan, ketegaran, cinta kasih seorang ibu yang tak berbatas, serta sabar dan syukur. “Adanya Mika membuat saya selalu bersyukur akan karunia sekecil apapun dari Allah SWT. Bersama Mika, tujuan hidup saya dan suami menjadi lebih jelas, yaitu mendidik anak-anak kami menjadi lebih baik dari orang tuanya. Jika saya bisa memutar waktu, saya tidak akan mengubah apapun. Ingin Mika tetap menjadi anak saya, menjadi Mika yang sekarang,” kata Sarah terisak.
Sarah berpesan agar kita selalu yakin ketetapan Allah tidak mungkin buruk untuk kita. “To all special parents out there, you are amazing! Yakinlah sebaik-baiknya rencana kita, rencana-Nya adalah yang paling sempurna. Anak spesial dititipkan pada kita karena Allah tahu kita mampu. You were given this life because you are strong enough to live it,” tutup Sarah dengan sulas senyum.
Text: Hafsya Umar