Alhamdulillah kita dipertemukan kembali dengan bulan yang penuh rahmat, bulan ramadan. Salah satu keistimewaan bulan ramadan adalah dengan adanya ibadah salat tarawih.
Salat tarawih memang sangat identik dengan Ramadan, karena memang hanya di bulan suci ini kita bertemu dengan Tarawih. Namun yang masih menjadi pertanyaan adalah berapakah rakaat Salat Tarawih yang benar? 11 atau 23 rakaat?
Pertama-tama, salat tarawih merupakan qiyamul lail (salat malam) yang merupakan satu ‘kategori’ dengan salat tahajud, salat istikharah, dan lain-lain. Dalam berbagai riwayat, tidak ditemukan keterangan yang menyebut salat tarawih secara harfiah, melainkan qiyamul lail di bulan Ramadhan, sebagaimana tercantum dalam hadits dari Abu Dzar RA:
مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة
“Barang siapa qiyamul lail bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya (pahala) qiyam satu malam (penuh).” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, dan lain-lain)
Dan dari Abudrrahman bin Auf RA:
قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِعيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنَْ الذُّنُوبْ كَيَوْم وَلَدَتْهُ أُمُّه
“Barang siapa berpuasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasti) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR: Ahmad, Ibnu Majah. Al Bazzar, Abu Ya’la dan Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Abu Hurairah.)
Lalu bagaimanakah Rasulullah SAW melakukan Salat Tarawih? Rasulullah SAW Salat Tarawih sejumlah 11 rakaat, dengan pembagian dua rakaat atau empat rakaat. Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya:
“Bagaimana shalat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan?” Dia menjawab, “Beliau tidak pemah menambah -di Ramadhan atau di luarnya- lebih dari 11 raka’at. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau salat 3 raka’at.” (HR Bukhari)
Riwayat lain menyebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam salat empat raka’at dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah Radhiyallahu anhuma,
“Adalah Rasulullah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya’, hingga waktu fajar, sebanyak 11 raka’at, mengucapkan salam pada setiap dua raka’at, dan melakukan witir dengan satu raka’at.” (HR Muslim).
Juga berdasarkan keterangan Ibn Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana shalat malam itu?” Beliau menjawab,
مَشْنَى مَشْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِِرْ بِوَا حِدَةِ
“Yaitu dua raka’at-dua raka’at, maka apabila kamu khawatir (masuk waktu) shubuh, berwitirlah dengan satu raka’at.” (HR Bukhari)
Lalu bagaimana munculnya Salat Tarawih 23 rakaat? Salat Tarawih 23 rakaat mulai dilaksanakan pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan salat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap rakaat. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu rakaat begitu lama. Akhirnya, Umar memiliki inisiatif agar salat tarawih dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti rakaat yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Maka, melaksanakan Tarawih 23 rakaat pun tidak salah karena perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana hal ini telah diketahui dalam ilmu ushul. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Salat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi salat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Selain itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada pertentangan. Wallahu’alam.