Sekarang ini banyak kita temui ibu yang menawarkan dan mencari donor ASI karena berbagai faktor dan situasi. Ada banyak hal yang menyebabkan seorang bayi tidak mendapat asupan ASI dari ibu kandungnya. Bolehkah donor ASI menurut Islam?
Donor ASI dan Bank ASI adalah istilah yang digunakan untuk ibu dengan ASI melimpah memberikan air susu atau bayinya untuk menerima air susu. Hal yang dikhawatirkan dalam Islam terkait ASI adalah hubungan nasab atau garis keturunan dan hubungan darah. Sebab ASI sebagai satu-satunya asupan makanan awal bayi akan menjadi nutrisi yang membentuk darah dan daging bayi tersebut. Bagaimana jika susu tersebut berasal dari wanita yang sama? Maka bayi-bayi tersebut disebut sebagai saudara sepersusuan. Allah SWT berfirman, “(Diharamkan atas kamu mengawini) ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan.” (QS. An Nisa: 23).
Berdasarkan Majma’ Fiqh Islam, Majelis penelitian di bawah koordinasi OKI dalam muktamar Islam yang diadakan pada tanggal 22-28 Desember 1985 telah menyimpulkan: “Setelah dipaparkan penjelasan secara fiqih dan ilmu kedokteran tentang bank ASI, maka terbukti bahwa bank ASI yang telah diujicoba di masyarakat Barat menimbulkan beberapa hal negatif, baik dari sisi teknis dan ilmiah. Sedangkan dalam masyarakat Islam, masih memungkinkan untuk mempersusukan anak kepada wanita lain secara alami. Keadaan ini menunjukkan tidak perlunya Bank ASI. OKI memutuskan untuk menentang keberadaan bank ASI di seluruh Negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut.”
Karena dengan bank ASI, maka ASI-ASI tersebut dikonsumsi begitu saja dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang siapa wanita tersebut, siapa keluarganya, siapa saja anak kandungnya, dan siapa saja bayi-bayi lain yang juga mengonsumsi susu dari wanita tersebut. Hal ini akan menimbulkan kerusakan di muka bumi, dengan pencampuran nasab. Bagaimana jika dua pria dan wanita dewasa yang tidak saling mengenal memutuskan menikah tanpa mengetahui mereka adalah saudara sepersusuan? Selain diharamkan, keturunan yang dihasilkan juga rentan mengalami cacat dan ketidaksempurnaan fisik maupun mental akibat perkawinan sedarah.
Islam juga mengatur bahwa bayi yang berhak mengonsumsi ASI dari donor ASI hanyalah dikarenakan ibunya tidak dapat mengeluarkan air susu, sakit, atau ibu meninggal. Peradaban Arab zaman situasi tersebut belum ada susu formula. Selain itu tidak direkomendasikan meminum susu kambing atau sapi bagi bayi. Sehingga ketika itu lazim menitipkan bayi untuk disusukan kepada wanita lain. Rasulullah SAW sendiri tidak hanya mendapat ASI dari ibunya, tetapi juga dari ibu susu yang bernama Halimah Sa’diyah. Jadi, donor ASI boleh-boleh saja asal tetap memperhatikan masalah nasab.