Sebentar lagi akan kita jelang musim ibadah Haji. Salah satu perdebatan yang sering terjadi tentang Haji adalah wanita yang berhaji tanpa mahram. Bolehkah wanita berhaji tanpa mahram? Para ulama masih berselisih pendapat tentang boleh atau tidaknya wanita berhaji tanpa didampingi mahram. Ada sebagian ulama yang membolehkan dan ada juga sebagian yang melarang.
Pendapat yang membolehkan
Pendapat ini berlandaskan pada interpretasi kontekstual dari dalil hadits Rasulullah SAW, “Tidak boleh seorang wanita bersafar tiga (hari perjalanan) melainkan harus bersama mahromnya.” (HR. Muslim). Ulama yang membolehkan berpendapat, maksud dari diwajibkan keberadaan mahram ini adalah demi keamanan wanita tersebut. Sehingga, dalam kasus jamaah haji wanita yang pergi dalam sebuah rombongan besar sebagaimana lazimnya kita jumpai dari berbagai biro perjalanan sudah memenuhi syarat keamanan tersebut. Sebagian ulama bahkan berpendapat jika ada wanita yang tsiqoh (terpercaya)–dua atau lebih–yang memberikan rasa aman, maka sudah cukup sebagai pengganti mahrom atau suami. Hal ini berlaku untuk ibadah haji wajib, seperti haji untuk memenuhi nadzar atau haji yang pertama kali.
Untuk haji wajib, sebagian ulama bahkan membolehkan para wanita berangkat sendirian atau hanya dengan satu wanita tsiqoh. Namun untuk wanita yang berhaji sunnah, (misalnya wanita yang berhaji untuk kedua kalinya, maka sudah tidak ada kewajiban berhaji baginya) seluruh ulama sepakat melarang. Larangan untuk bersafar tanpa mahram dinilai sebagai saddu dzari’ah, yaitu larangan yang bukan tertuju pada dzatnya akan tetapi terlarang karena dapat mengantarkan pada sesuatu yang terlarang. Dikhawatirkan wanita yang pergi tanpa didampingi mahram akan lebih mudah menjadi korban kejahatan, tidak ada yang mengingatkan jika wanita tersebut khilaf, dan lebih rawan secara keamanan. Dalam hukum fiqih, sesuatu yang terlarang karena saddu dzari’ah dibolehkan jika dalam keadaan hajjah (butuh).
Pendapat yang Melarang
Sebagian ulama berbeda pendapat, dan tetap mewajibkan seorang wanita bepergian dengan mahram. Pendapat ini dikuatkan dengan ayat Alquran, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imran: 97). Sebagian ulama ini berpendapat bahwa mahram merupakan syarat istitho’ah (mampu) karena ayat yang membicarakan tentang kemampuan berhaji, dijelaskan lebih lanjut dengan hadits larangan bersafar tanpa mahram. Lebih lanjut, dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW berkhutbah, ”Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.” Kemudian seseorang bertanya,”Ya Rasulullah SAW, aku tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu namun istriku bermaksud pergi haji.” Rasulullah SAW bersabda, “ Pergilah bersama istrimu untuk pergi haji.” ( HR. Bukhari, Muslim, & Ahmad).
Demikian pentingnya bagi seorang wanita untuk tidak melakukan perjalanan sendirian, sehingga Rasulullah lebih mengutamakannya daripada kewajiban berperang bagi seorang pria yang tak kalah pentingnya dalam Islam.