Ta’aruf berasal dari kata ta’aarafa yang menurut bahasa berarti ‘berkenalan’ atau ‘saling mengenal’. Ta’aruf adalah proses saling mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan yang sesuai syari’at. Seperti terdapat dalam firman Allah:
“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).
Ta’aruf dapat dikatakan sebagai ‘media syar’i’ untuk mengenal calon pasangan. Dalam proses ta’aruf biasanya calon pasangan bercakap secara realistis untuk mempersiapkan perjalanan mereka berdua ke depannya jika berjodoh.
Ta’aruf atau perkenalan dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Ketika salah seorang sahabat menyampaikan bahwa ia berniat ingin menikah, Nabi bertanya, “Apakah engkau telah melihatnya?” Calon suami itu menjawab, “Belum”. Maka Nabi SAW bersabda, “Lihatlah calon istrimu, karena melihatnya mengundang kelanggengan hubungan kalian berdua” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).
“Melihat” dimaksud bukan hanya terbatas pada calon suami, tetapi juga calon istri, karena kelanggengan perkawinan dan keharmonisannya tidak hanya ditentukan oleh peranan suami, tetapi juga peranan istri.
Dalam konteks perintah Rasulullah SAW untuk “melihat calon istri”, terbaca bahwa beliau tidak menentukan “bats-batas tertentu” dalam melihat. Beliau hanya menentukan tujuan melihat. Ini menunjukkan bahwa Islam memudahkan setiap orang pada setiap masa untuk menyesuaikan diri dengan adat istiadat, etika, dan kepentingan mereka, selama dalam batas-batas yang wajar.
Dahulu para ulama berbeda pendapat tentang batas “melihat” itu. Ada yang membolehkan melihat hanya wajah dan telapak tangan calon istrinya saja. Sementara ulama lain memahaminya dalam artian “mengenal lebih dekat”, secara fisik dan mental, dengan bercakap atau bertukar pikiran, selama ada pihak terpercaya yang menemani mereka, guna menghindari segala hal yang tidak diinginkan oleh norma agama dan budaya. Pengenalan ini masanya dapat panjang atau pendek, tergantung masing-masing orang. Hanya saja tentu menjadi sangat tidak wajar jika itu harus berlanjut bertahun-bertahun tanpa keputusan untuk menikah.