Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin mengajarkan ibadah harta selain ibadah-ibadah lainnya. Salah satunya adalah zakat yang masuk ke dalam Rukun Islam. Allah memerintahkan zakat sebagai pemerataan harta. Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr ayat 7, “… Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”
Perbedaan zakat dengan ibadah harta lain (nafkah, infaq, dan sedekah) adalah pengaturan jumlah dan waktunya. Zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan bagi setiap muslim baik kaya maupun miskin untuk dirinya, keluarganya, dan tanggungannya (per kepala). Besarnya kira-kira setara dengan 3.5 liter atau 2.7 kilogram makanan pokok. Sedangkan zakat yang dihitung berdasarkan jumlah kekayaan adalah zakat mal. Zakat mal terdiri dari antara lain: zakat bisnis dan simpanan sejumlah 2.5% setiap tahun, zakat pertanian 5-10% setiap panen, dan zakat rikaz (barang temuan, harta karun) sebesar 20%. Penerima zakat juga diatur dalam Surat At-Taubah ayat 60, yaitu 8 golongan: orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, mualaf, hamba sahaya, orang yang berjihad, dan orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan.
Kedudukan zakat dalam Islam amat penting. Karena zakat merupakan syariat yang telah ada sejak nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW. Sedangkan jumlah dan persentasenya baru diatur secara baku pada zaman Rasulullah. Dalam puluhan ayat Alquran, zakat selalu bergandengan dengan salat. Keduanya sama penting dan sama besar dosanya bila tidak dilakukan. Abu Bakar Asy-Syidik pernah berujar dalam sebuah riwayat, “Demi Allah, akan kuperangi orang yang membedakan salat dan zakat. Karena zakat adalah hak Allah atas harta. Demi Allah, jika ada orang yang enggan membayar zakat pada masaku, padahal menunaikannya di masa Rasulullah SAW, akan kuperangi dia.” (HR. Bukhari dan Muslim). Subhanallah, demikian tingginya derajat zakat di mata Islam.
Esensi zakat sebenarnya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Jadi orang yang membayar zakat bukanlah orang dermawan, melainkan hanya perantara Allah semata. Apalagi memang hukumnya wajib. Allah SWT menitipkan harta-harta kepada kita, untuk disalurkan sebagiannya sebagai hak mereka yang membutuhkan. Allah menjadikan kita perpanjangan tanganNya kepada kaum yang lemah. Dengan berzakat, kita mensucikan hati dari sifat tamak, rakus, dan kikir sekaligus mensucikan harta dari hak orang lain (At-Taubah ayat 103). Dengan harta yang suci, harta kita akan berkah sehingga bertumbuh dan berkembang dengan baik. Keberkahan harta akan menciptakan keluarga yang mawaddah warahmah, serta mendekatkan pertolongan Allah kepada kita.